Lika-liku Sejarah Zakat Nusantara: Dulu Sempat Dilarang Loh! – Sebagai pilar utama dalam keuangan umat, ternyata zakat punya sejarah panjang di berbagai belahan dunia, termasuk di Nusantara, loh.
Dalam perjalanannya, tak mengherankan bahwa praktik zakat pernah mengalami masa sulit dan menghadapi berbagai dinamika yang runyam.
Muslim Nusantara awal menganggap bahwa zakat tidak sesakral salat atau puasa. Paham inilah yang menjadikan zakat masih berada dalam cakupan yang kecil pada masa itu.
Bagaimana dinamika yang terjadi? Simak evolusi dan perkembangannya berikut ini!
Benih Praktik Zakat Nusantara: Potret Awal Masuknya Islam!
Menurut Ahmad Juwaini, salah seorang tokoh zakat di Indonesia, praktik zakat terbatas hanya pada penyaluran personal tanpa ada kontrol atau pembinaan khusus, yakni antara muzakki dan mustahik.
Hal ini merujuk pada masa masuknya Islam di Nusantara, yakni sejak abad ke-7 hingga 13 masehi.
Apabila di telisik, meskipun zakat awalnya di anggap tidak sebegitu signifikan sebagaimana ibadah fardu lain. Namun zakat sangat di pertimbangkan sebab termasuk dalam rukun Islam.
a. Literatur Klasik Melayu
Rekaman awal mengarah pada Kerajaan Aceh, di mana pembayaran zakat di lakukan di masjid-masjid.
Saat itu, para imam dan penghulu memegang otoritas keagamaan serta dapat mengelola keuangan masjid yang berasal dari ZISWAF (zakat, infak dan wakaf)
Pada literatur klasik setempat, Bustanus Salatin (Taman para Raja), jelas bahwa terdapat instruksi publik dari raja agar rakyatnya mengeluarkan zakat.
Di sana juga mencatat bahwa pemerintahan Iskandar Muda (1607 s.d. 1636 M) berhasil membentuk Baitul Mal sebagai badan pengumpul zakat, pajak serta cukai.

b. Kerajaan Islam Nusantara
Beberapa pendapat mengatakan bahwa pelaksanaan zakat juga beriringan dengan eksistensi kerajaan Islam di Nusantara. Berlangsungnya masa ini berkisar pada abad ke-17 hingga ke-18.
Banyak kita telusuri kerajaan-kerajaan Islam yang sempat eksis dan berjaya. Sebut saja seperti Cirebon, Mataram, Banjar, Gowa-Tallo, Bone, dsb.
Sayangnya, belum ada rekaman sahih terkait dengan praktik maupun pengelolaan zakat dalam ranah kolektif-publik.
Sejarah Zakat Jadi Modal Perlawanan, Kolonial Ketar-Ketir!
Keberlangsungan zakat juga berlanjut hingga masa pra-kemerdekaan, di mana otoritas pemerintah kolonial (Belanda) memainkan peranan yang signifikan.
Awalnya pemerintah kolonial tidak menganggap signifikan peranan zakat pada komunitas muslim.
Namun sejak di ketahui bahwa zakat berfungsi sebagai modal perlawanan terhadap mereka, pemerintahan kolonial mulai ketar-ketir karena mengancam otoritas mereka.
a. Pelarangan Zakat bagi Muslim Pribumi oleh Belanda!
Dari sini, pemerintah kolonial mengeluarkan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk melemahkan praktik zakat.
Mengutip 20 Baznas: Sebuah Perjalanan Kebangkitan Zakat, Belanda mempublikasikan aturan khusus atas rekomendasi Snouck Hurgronje berupa Bijblad (edaran resmi) No. 1962 tahun 1893.
Kebijakan tersebut memuat pelarangan terhadap pengumpulan zakat, mulai dari tingkat otoritas keagamaan terkecil, hingga bupati (termasuk kalangan priyayi). Regulasi ini pun ternyata efektif di wilayah Jawa dan Madura, di mana tempat komunitas muslim cukup masif.
Baca Juga: Jelas! Ini Perbedaan Zakat Fitrah dan Zakat Mal yang Wajib Diketahui!
b. KH Ahmad Dahlan, Pelopor Pengelolaan Zakat!
KH Ahmad Dahlan, pelopor Muhammadiyah pada tahun 1912, memainkan peran penting dalam pengelolaan zakat di Indonesia.
Ia mengawali pengorganisasian zakat dan sumber finansial lain dengan rapi. Di mulai dengan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) pada tahun 1920, yang kemudian bertransformasi menjadi Pembina Kesejahteraan Umat (PKU).
Tujuan penyaluran zakat pun di kelola untuk merealisasikan kesejahteraan bagi rakyat pribumi yang menderita di bawah pemerintahan Belanda.
c. Akomodasi Dana Zakat oleh MIAI
Pada tahun 1937, Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI) juga mempunyai peranan dalam pengembangan zakat.
Sebagai forum umat, MIAI mencoba dalam mengoptimasi zakat untuk membangun kualitas pendidikan dan keorganisasian Islam melalui berbagai organisasi yang tergabung di dalamnya.
Beda dengan masa pemerintahan Belanda, kependudukan Jepang datang dengan tujuan menghimpun dukungan ketika mencuatnya Perang Pasifik, sehingga dukungan politis kepada pribumi diberikan.
Inisiasi MIAI berlanjut, misalnya dengan mengadopsi metode Baitul Mal dari Bupati Bandung, R.R.A. Wiranata, yang menghimpun dana zakat untuk kalangan yatim dan miskin pada tahun 1943.
Angin segar bagi MIAI yang terus menjalankan kampanye ini di berbagai wilayah Hindia-Belanda. Tercatat pada 35 kabupaten di Jawa kala itu dengan 5 anggota komite, termasuk Windoamiseno sebagai ketua.
Beberapa di antara wujud pengelolaan zakat ini dapat disaksikan melalui pesawat Seulawah. Pesawat ini sebenarnya berjenis DC-3 (Dakota) yang berhasil dibeli dari donasi muslim di Aceh. Nama Seulawah pun dipilih yang memiliki arti gunung emas, sebab berasal dari simpanan dan zakat emas.


Namun, sebab pesatnya kemajuan untuk pembiayaan perang melalui Hizbullah dan PETA (Pembela Tanah Air), Jepang akhirnya merasa geram akibat kekhawatiran akan munculnya gerakan Anti-Jepang.
Oleh karena itu, sejak itu Jepang juga mengharuskan MIAI untuk gulung tikar. Sehingga tak ada lagi lembaga pengelolaan zakat yang eksis saat itu.
Ingin Bayar Zakat, Kini Jadi Lebih Mudah!
Sejarah zakat dalam Islam beserta pengelolaan nya masa kini telah mengalami banyak kemajuan, sehingga membuat pembayaran zakat menjadi lebih praktis dan mudah.
Menunaikan zakat kini dapat dijalankan melalui berbagai platform digital yang menyediakan layanan pembayaran zakat online.
Metode ini tidak hanya menghemat waktu, tetapi juga memungkinkan para muzakki untuk melaksanakan kewajiban mereka kapan saja dan di mana saja.
Bersama Griya Zakat, Anda bisa membayar zakat dengan cara yang mudah. Merasakan kesulitan? Anda bisa menghubungi admin kami untuk konsultasi terkait dengan zakat. Yuk giat berzakat!
Admin Griya Zakat
WA: 0823-1111-1049